>Wukir, Musisi Bersenjata “Bambu Runcing”

>

Jika sedang beraksi di atas panggung, pemuda ini ibarat ‘magnet’ yang mampu menarik perhatian semua orang untuk melihat dan mendengarkan permainan musiknya. Itulah Wukir Suryadi (33 tahun) yang berhasil ‘menyulap’ sebilah bambu menjadi ‘gitar’ dan ‘biola’ sekaligus. Dengan alat musik ciptaannya yang ia namakan bambu wukir, seniman dari Malang (Jawa Timur) ini mampu ‘menyihir’ penonton untuk menikmati permainan bunyi hingga ia turun dari panggung.

Menikmati sajian musik Wukir, kita diajak bertamasya ke dunia bunyi yang indah dan beragam. Petikan dawainya (dari kawat) mengingatkan kita pada eksotisme suara alat musik siter (Jawa) atau kecapi (Sunda). Saat ia menggesek dengan bow, muncul suara biola yang elegan. Namun ketika jemari tangan kanannya mulai memetik dawai dengan cepat dan bertenaga dipadu dengan petikan jemari kiri pada dawai bambu, sontak muncul bunyi yang kuat dan bertenaga laksana permainan gitar musisi rock aliran heavy metal!

Ada begitu banyak bunyi yang dapat ia eksplorasi dari sebilah bambu runcing itu!

Tidak heran jika para penonton selalu meminta dirinya memainkan beberapa lagu lagi meski konsernya sudah selesai. “Saya jatuh cinta dengan karya senimu,” ujar Leli, seorang perempuan muda yang menyaksikan aksi Wukir dalam suatu pembukaan pameran seni rupa di Kafe Elpueblo, Yogyakarta. Wukir tersenyum, seluruh tubuhnya basah dengan peluh setelah ia tampil selama 25 menit.

Bambu wukir ini adalah sebilah bambu berdiameter 10 cm dan panjang 120 cm. Ada 11 dawai dari kawat (string) yang menempel dan delapan dawai bambu yang diserut langsung dari tubuh bambu itu. Ujung setiap dawai bambu ini masih menempel langsung pada bambu itu. Di bagian tengah ada sebuah lubang resonator. Alat musik ini juga dilengkapi pick up sehingga dapat dihubungkan langsung dengan sound system.

Sedangkan di ujung bagian atas, dibuat tajam sehingga menyerupai bambu runcing, senjata rakyat Indonesia untuk melawan penjajah dahulu kala. Wukir ingin mengambil spirit bambu runcing yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajah. “Dengan bambu wukir, saya ingin memerdekakan diri saat bermain musik. Saya tidak mau terjebak dalam genre tertentu,” ujarnya saat ditemui di kostnya, di Patangpuluhan, Yogyakarta.

Kamar kosnya yang bercat kuning seluas 5×6 meter itu penuh dengan lukisan karya istrinya, Stufvani Gendis Gula Jawa. Setelah di Surakarta, Wukir memilih tinggal di Yogya untuk mengasah kekayaannya dalam berkesenian dan mengembangkan jaringan.

Wukir menemukan alat musiknya ini tahun 2008 ketika tinggal di Pulau Bali. Bambu wukir adalah ‘muara’ proses pencarian bunyi yang dilakukannya selama bertahun-tahun. Sebelumnya, ia pernah menciptakan beberapa instrumen musik, salah satunya dengan menggunakan senapan. Tetapi bambu wukir adalah yang paling sempurna. Semula ia menamakan gitar bambu tetapi seorang temannya dari Bandung mengatakan nama itu tidak tepat lebih baik namanya bambu wukir. Dan Wukir menyetujuinya.

Bambu menjadi pilihannya karena materi ini mudah ditemukan di seluruh Indonesia dan sudah menjadi medium alat-alat musik tardisional. “Dalam menciptakan bambu wukir, saya mendapat inspirasi dari khasanah musik tradisional,” ujar Wukir.

Sejak kecil, Wukir sudah suka musik. Namun ia justru masuk ke dunia teater sejak masih duduk di bangku SD. Ia bergabung dengan Teater Idiot di Malang, Teater Ragil (Surabaya) dan Bengkel Teater asuhan Almarhum WS Rendra. Wukir sendiri adalah nama pemberian Rendra, nama sebenarnya hanya Suryadi. Di dunia teater, Wukir yang belajar musik secara otodidak itu bertugas sebagai penata musik. Ia mengeksplorasi bunyi dari berbagai alat musik dan perkakas.

Sebagai seniman, ia selalu gelisah memikirkan seni musik di Indonesia dan mengeksplorasi berbagai bentuk bunyi baru. Untuk menjawab kegelisahannya itu, Wukir sering berdiskusi dengan para seniman musik yang menjar di perguruan tinggi seni. Ia juga menimba ilmu dari seniman musik terkemuka di Indonesia, seperti I Wayan Sadra, Slamet Abdul Syukur, Harry Rusli, dan banyak seniman musik kontemporer lainnya.

Kini, setelah menemukan bambu wukir, ia mulai berkarya. Kenyataan hidup, apa yang ia lihat dan dengar adalah sumber inspirasi proses kreatifnya. Dengan mengandalkan ingatan, ia menciptakan bunyi dan mengulang-ulangnya hingga tercipta sebuah karya musik. Sang istri mengawasi proses ini, jika berubah, dialah yang mengingatkan.

Kebanyakan karya musiknya berbentuk instrumental. “Biar masyarakat yang menterjemahkan (arti dari musiknya) sendiri,” ujar Wukir yang banyak terlibat dalam berbagai even kesenian itu. Embi C Noor, seorang seniman musik terkemuka di Indonesia pernah menulis soal “Ambience Experiment” (salah satu tour yang dilakukan wuki) berpendapat Wukir dengan alat musik ciptaanya tidak sekedar menghadirkan suatu tontotan tetapi menciptakan suatu peristiwa musik.

Jika ada yang berpendapat musiknya terkadang kental dengan unsur musik rock, Wukir tidak mengingkarinya. Ia memang suka musik rock, seperti Led Zepplin, The Doors dan System of Down. Tetapi ia juga menikmati musik kalsik

Sejak 2008, Wukir sudah menelurkan dua album, yaitu “Yehezkiel” dan “Atas Nama Bunyi” yang covernya adalah lukisan karya istrinya. Ia juga sempat rekaman bersama Yusuke Akai, pemain gitar asal Jepang yang lama bermukim di Australia.

Wukir juga menggelar pentas di berbagai tempat. Tahun lalu selama hampir 3,5 bulan ia bersama sahabatnya Ilham J Baday (artis performance art) menggelar tour “Ambience Experiment” di 18 kota, salah satunya di Sidoarjo untuk memperingati tiga tahun korban Lumpur Lapindo dan di Rumah Sakit Jiwa Magelang. Riwayat hidupnya menunjukkan ada puluhan aktivitas seni yang pernah dijalaninya. Kini ia sibuk memenuhi undangan untuk tampil dalam berbagai acara seni. “Kebanyakan tampil dalam pembukaan pameran seni rupa,” ujar Stufvani.

Tawaran untuk tampil di luar negeri juga mulai diterimanya. Ini adalah keinginannya yang terpendam selama ini. Ia sempat diundang tampil di Australia, tetapi tidak dapat dipenuhi karena pihak pengundang hanya menyediakan satu tiket, padahal Wukir ingin mengajak istrinya yang juga manajernya itu.

Sebagai penemu bambu wukir, pria kurus ini ingin kelak ada musisi lain yang mau menggunakan bambu wukir. “Saya berharap ada band yang menggunakan bambu wukir dalam bermusik dan menjadi terkenal, misalnya seperti Metallica,” ujarnya. (Bambang Muryanto)

This entry was posted in Seni. Bookmark the permalink.

Leave a comment